Tradisi Bekakak
TRADISI BEKAKAK
Menurut
sejarah, akibat perjanjian Gianti (1755), yaitu pemisahan antara Surakarta
dengan Yogyakarta. Kemudian dibangunlah Kraton di Yogyakarta. Saat proses
pembangunan Kraton Yogyakarta Sultan Hamengkubuwana I sementara tinggal di
sebelah barat kota Yogyakarta yang dikenal sebagai pesanggrahan Ambarketawang.
Lokasi tersebut saat ini terletak di Padukuhan Tlogo. Ambarketawang, Gamping,
Sleman adalah sebuah kelurahan yang terletak di kecamatan Gamping, Kabupaten
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Desa Ambarketawangadalah
gabungan dari empat kelurahan, yaitu Kelurahan Gamping, Mejing, Bodeh, dan
Kalimanjung ke dalam satu Kelurahan (Desa) yang disebut dengan Ambarketawang.
Nama Ambarketawang berarti bau harum yang memenuhi angkasa. Nama Ambarketawang diambil dari nama
pesanggrahan Sultan Hamengkubuwana I, yang terletak di desa ini. Wilayah Desa
Ambarketawang membujur dari arah utara ke selatan, dimana bagian selatan
merupakan daerah perbukitan/pegunungan kapur, sedangkan daerah utara merupakan
dataran.
Desa
Ambarketawang, memiliki tradisi khas yaitu Tradisi Saparan Bekakak. Bekakak
adalah Upacara adat Saparan dengan Penyembelihan boneka bekakak temanten
(pengantin Jawa) yang terbuat dari tepung ketan dan juruh. Tradisi ini dilaksanakan setahun sekali dalam bulan Sapar
dalam Kalender Jawa. Tradisi ini terkait dengan tokoh Ki Wirasuta, satu dari
tiga bersaudara dengan Ki Wirajamba, dan Ki Wiradana yang merupakan abdi dalem
Hamengkubuwana I yang sangat dikasihi.
Ketika pembangunan Kraton Yogyakarta sedang berlangsung, para abdi dalem
tinggal di pesanggrahan Ambarketawang kecuali Ki Wirasuta dan Nyai Wirasuta
yang memilih tinggal di sebuah Gua Keliling di Gunung Gamping. Pada bulan
purnama antara tanggal 10 dan 15 pada hari Jumat, terjadi musibah di Gunung
Gamping, yakni bencana tanah longsor. Ki Wirasuta dan keluarganya tertimpa
longsoran dan dinyatakan hilang karena jasadnya tidak ditemukan dan hanya kain
pengikat/sabuk mereka yang ditemukan. Hilangnya Ki Wirasuta dan keluarganya di
Gunung Gamping ini menimbulkan keyakinan pada masyarakat sekitar bahwa jiwa dan
arwah Ki Wirasuta dan Nyai Wirasuta tetap ada di Gunung Gamping. Upacara
Saparan semula bertujuan untuk menghormati kesetiaan Ki Wirasuta dan Nyi Wirasuta
kepada Sri Sultan Hamengkubuwana I. Tapi kemudian berubah dan dimaksudkan untuk
mendapatkan keselamatan bagi penduduk yang mengambil batu gamping agar
terhindar dari bencana.
Alasan
Tradisi Bekakak dilaksanakan, menurut Bapak Kliwon Joyo Degsono, karena dulu
tradisi ini pernah tidak dilaksanakan selama tiga tahun, kemudian selama tiga
tahun tersebut Desa Ambarketawang mengalami musibah yang terjadi secara terus
menerus. Sesudah hal tersebut masyarakat Desa Ambarketawang langsung membangun
Tradisi Bekakak lagi agar tidak terjadi musibah-musibah seperti yang dulu.
Wih, baru tau gan ada Adat begini.. Coba post tentang adat" yg lain gan, Penasaran ..
ReplyDeleteokayy siyapp ganss
Delete