Tradisi Bekakak

19:52 gagaag 2 Comments

TRADISI BEKAKAK


Menurut sejarah, akibat perjanjian Gianti (1755), yaitu pemisahan antara Surakarta dengan Yogyakarta. Kemudian dibangunlah Kraton di Yogyakarta. Saat proses pembangunan Kraton Yogyakarta Sultan Hamengkubuwana I sementara tinggal di sebelah barat kota Yogyakarta yang dikenal sebagai pesanggrahan Ambarketawang. Lokasi tersebut saat ini terletak di Padukuhan Tlogo. Ambarketawang, Gamping, Sleman adalah sebuah kelurahan yang terletak di kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Desa Ambarketawangadalah gabungan dari empat kelurahan, yaitu Kelurahan Gamping, Mejing, Bodeh, dan Kalimanjung ke dalam satu Kelurahan (Desa) yang disebut dengan Ambarketawang. Nama Ambarketawang berarti bau harum yang memenuhi angkasa.  Nama Ambarketawang diambil dari nama pesanggrahan Sultan Hamengkubuwana I, yang terletak di desa ini. Wilayah Desa Ambarketawang membujur dari arah utara ke selatan, dimana bagian selatan merupakan daerah perbukitan/pegunungan kapur, sedangkan daerah utara merupakan dataran. 
Desa Ambarketawang, memiliki tradisi khas yaitu Tradisi Saparan Bekakak. Bekakak adalah Upacara adat Saparan dengan Penyembelihan boneka bekakak temanten (pengantin Jawa) yang terbuat dari tepung ketan dan juruh. Tradisi ini dilaksanakan setahun sekali dalam bulan Sapar dalam Kalender Jawa. Tradisi ini terkait dengan tokoh Ki Wirasuta, satu dari tiga bersaudara dengan Ki Wirajamba, dan Ki Wiradana yang merupakan abdi dalem Hamengkubuwana I yang sangat dikasihi.  Ketika pembangunan Kraton Yogyakarta sedang berlangsung, para abdi dalem tinggal di pesanggrahan Ambarketawang kecuali Ki Wirasuta dan Nyai Wirasuta yang memilih tinggal di sebuah Gua Keliling di Gunung Gamping. Pada bulan purnama antara tanggal 10 dan 15 pada hari Jumat, terjadi musibah di Gunung Gamping, yakni bencana tanah longsor. Ki Wirasuta dan keluarganya tertimpa longsoran dan dinyatakan hilang karena jasadnya tidak ditemukan dan hanya kain pengikat/sabuk mereka yang ditemukan. Hilangnya Ki Wirasuta dan keluarganya di Gunung Gamping ini menimbulkan keyakinan pada masyarakat sekitar bahwa jiwa dan arwah Ki Wirasuta dan Nyai Wirasuta tetap ada di Gunung Gamping. Upacara Saparan semula bertujuan untuk menghormati kesetiaan Ki Wirasuta dan Nyi Wirasuta kepada Sri Sultan Hamengkubuwana I. Tapi kemudian berubah dan dimaksudkan untuk mendapatkan keselamatan bagi penduduk yang mengambil batu gamping agar terhindar dari bencana.

Alasan Tradisi Bekakak dilaksanakan, menurut Bapak Kliwon Joyo Degsono, karena dulu tradisi ini pernah tidak dilaksanakan selama tiga tahun, kemudian selama tiga tahun tersebut Desa Ambarketawang mengalami musibah yang terjadi secara terus menerus. Sesudah hal tersebut masyarakat Desa Ambarketawang langsung membangun Tradisi Bekakak lagi agar tidak terjadi musibah-musibah seperti yang dulu. 

2 comments:

  1. Wih, baru tau gan ada Adat begini.. Coba post tentang adat" yg lain gan, Penasaran ..

    ReplyDelete