Peristiwa Reformasi 1998

19:57 gagaag 0 Comments

PERISTIWA RFORMASI 1998



Krisis finansial Asia yang dimulai sejak tahun 1997 yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan menyebabkan ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu. Hal tersebut menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organisasi aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia. Oleh karena itu, pada tahun 1998 Indonesia mengalami reformasi. Para mahasiswa menuntut agar Presiden Soeharto lengser dari kursi kepresidenan.
Pada 12 Mei 1998 adalah awal dari gerakan reformasi. Berbagai unjuk rasa mulai dilancarkan oleh mahasiswa-mahasiswa salah satunya, unjuk rasa dilakukan oleh mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta. Namun dalam aksi unjuk menyebabkan empat mahasiswa Universitas Trisakti meninggal dunia. Meninggalnya empat mahasiswa tersebut mengobarkan semangat mahasiswa-mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia menjadi semangat untuk melakukan unjuk rasa secara besar-besaran.
Kericuhan tersebut belum padam pada tanggal 13 Mei 1998 di Jakarta, para mahasiswa melumpuhkan akses jalan serta menghancurkan dan membakar toko-toko beserta pemiliknya. Kerusuhan juga terjadi di kota Solo. Soeharto yang sedang menghadiri pertemuan negara-negara berkembang G-15 di Kairo, Mesir, memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebelumnya, dalam pertemuan tatap muka dengan masyarakat Indonesia di Kairo, Soeharto menyatakan akan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden.Wanita-wanita keturunan Tionghoa menjadi korban pemerperkosa dan mengalami pelecehan seksual serta pembunuhan oleh para mahasiswa dalam kerusuhan tersebut.
Pada tanggal 14 Mei 1998, Demonstrasi terus bertambah besar hampir di semua kota di Indonesia mereka mengepung dan menduduki gedung-gedung DPRD di daerah. Soeharto, mengatakan bersedia mengundurkan diri jika rakyat menginginkan. Ia mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo. Kerusuhan di Jakarta berlanjut, ratusan orang meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi selama kerusuhan terjadi.
Pada 18 Mei tepatnya pukul 15.20 WIB, Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko di Gedung DPR, yang dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan suara tegas menyatakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana agar kericuhan-kericuhan dapat mereda.
Pada tanggal 19 Mei 1998, mahasiswa-mahasiswa dari penjuru wilayah Indonesia berhasil menduduki gedung MPR/DPR. Mereka melakukan unjuk rasa besar-besaran menuntut penghapusan KKN, penurunan sembako, dan penurunan Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan. Pada tanggal 20 Mei, 500.000 orang berdemonstrasi di Yogyakarta, termasuk Sultan Hamengkubuwono X. Demonstrasi besar lainnya juga terjadi di Surakarta, Medan, Bandung.
Pada 21 Mei, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul 9.00 WIB. Presiden Soeharto meletakkan kekuasaan didepan Mahkamah Agung dan mengucapkan terima kasih serta meminta maaf kepada seluruh rakyat dan meninggalkan halaman Istana Merdeka didampingi ajudannya, Kolonel (Kav) Issantoso dan Kolonel (Pol) Sutanto. Kemudian, Presiden Soeharto menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi pengganti presiden Jenderal Wiranto mengatakan ABRI akan tetap melindungi presiden dan mantan-mantan presiden, termasuk mantan Presiden Soeharto beserta keluarga.
Pada 22 Mei 1998, setelah B.J. Habibie menerima tongkat estafet kepemimpinan nasional maka dibentuk kabinet baru yang bernama Kabinet Reformasi Pembangunan. Namun, setelah Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie para mahasiswa masih tetap melakukan bentrokan, mereka menganggap bahwa Habibie masih tetap bagian dari Rezim Orde Baru.
Pada tanggal 11 November 1998, mahasiswa dan masyarakat bergerak dari Jalan Salemba, bentrok dengan Pamswakarsa di kompleks Tugu Proklamasi. Mereka menolak Sidang Istimewa MPR 1998 dan juga menentang dwifungsi ABRI/TNI.
Pada tanggal 12 November 1998, ratusan ribu mahasiswa dan masyarakat bergerak menuju ke gedung DPR/MPR dari segala arah, Semanggi-Slipi-Kuningan, tetapi tidak ada yang berhasil menembus ke sana karena dikawal dengan sangat ketat oleh Tentara, Brimob, dan juga Pamswakarsa (pengamanan sipil yang bersenjata bambu runcing untuk diadu dengan mahasiswa).
Pada malam harinya terjadi bentrok di daerah Slipi dan Jl. Sudirman, puluhan mahasiswa masuk rumah sakit. Ribuan mahasiswa dievekuasi ke Atma Jaya. Satu orang pelajar, yaitu Lukman Firdaus, terluka berat dan masuk rumah sakit. Beberapa hari kemudian ia meninggal dunia.
Esok harinya, Jumat 13 November 1998, mahasiswa dan masyarakat sudah bergabung dan mencapai daerah Semanggi dan sekitarnya, bergabung dengan mahasiswa yang sudah ada di kampus Universitas Atma Jaya Jakarta. Jalan Sudirman sudah dihadang oleh aparat sejak malam hari dan pagi hingga siang harinya jumlah aparat semakin banyak guna menghadang laju mahasiswa dan masyarakat. Kali ini mahasiswa bersama masyarakat dikepung dari dua arah sepanjang Jalan Jenderal Sudirman dengan menggunakan kendaraan lapis baja.
Pemerintahan B.J. Habibie dituduh melakukan tindakan yang bertentangan dengan kesepakatan MPR mengenai masalah Timor-Timur. Pemerintah dianggap tidak berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR/MPR sebelum menawarkan opsi kedua kepada masyarakat Timor-Timur. Dalam jajak pendapat terdapat dua opsi yang ditawarkan di Indonesia di bawah Presiden B.J. Habibie, yaitu: otonomi luas bagi Timor-Timur dan kemerdekaan bagi Timor-Timur. Akhirnya tanggal 30 Agustus 1999 pelaksanaan penentuan pendapat di Timor-Timur berlangsung aman dan dimenangkan oleh kelompok Pro Kemerdekaan yang berarti Timor-Timur lepas dari wilayah NKRI.
Masalah itu tidak berhenti dengan lepasnya Timor-Timur, setelah itu muncul tuntutan dari dunia Internasional mengenai masalah pelanggaran HAM yang meminta pertanggungjawaban militer Indonesia sebagai penanggungjawab keamanan pasca jajak pendapat.
Kemudian Presiden Habibie menyampaikan pidato pertanggungjawabannya di depan Sidang Umum MPR pada tanggal 14 Oktober 1999, namun terjadi penolakan terhadap pertanggungjawaban presiden karena Pemerintahan Habibie dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rezim Orde Baru.
Pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR Amien Rais menutup Rapat Paripurna sambil mengatakan, ”dengan demikian pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie ditolak”. Pada hari yang sama Presiden Habibie mengatakan bahwa dirinya mengundurkan diri dari presiden.

0 comments: